Created by : Evelina Astra Patriot
Bahasa merupakan cermin identitas sebuah bangsa. Bahasa meretas batas-batas geografis dengan keanekaragaman budayanya. Tanpa bahasa, tak ada wacana yang bisa diangkat, didiskusikan, dan dibumikan secara nyata. Di era globalisasi seperti saat ini, sebuah bangsa dapat menjangkau peradaban dunia melalui gerbang bahasa, yaitu kemampuan membaca dan menulis (budaya literasi). Salah satu tantangan terbesar dalam pemberdayaan bangsa ini adalah meninggalkan tradisi lisan (orality) untuk memasuki tradisi baca tulis (literacy) (Suroso, 11:2007). Bagaimanapun, era informasi telah menciptakan ruang yang luas terhadap tumbuh kembangnya media tulis. Data dari Association For the Educational Achievement (IAEA), misalnya, mencatat bahwa pada 1992 Finlandia dan Jepang sudah termasuk negara dengan tingkat membaca tertinggi di dunia. Sementara itu, dari 30 negara, Indonesia masuk pada peringkat dua dari bawah. Hasil penelitian internasional lainnya, Programme for International Student Assessment (PISA) tahun 2015 tentang kemampuan membaca siswa juga menyebutkan bahwa kemampuan membaca siswa di Indonesia menduduki urutan ke-69 dari 76 negara yang disurvei. Hasil itu lebih rendah dari Vietnam yang menduduki urutan ke-12 dari total negara yang disurvei.
Hal yang sering kali kita temukan saat ini adalah kata “literasi”. Apa sebenarnya makna dari kata literasi? Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya Literacy berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Dalam sumbernya, Kern (2000) menyatakan bahwa, ”Literacy involves communication” (Literasi melibatkan komunikasi). Literasi yang mencakup dua hal, yaitu : keaksaraan dan kewicaraan atau lisan dan tulisan tentunya merupakan bagian dari budaya manusia untuk berkomunikasi antara satu sama lain dalam upaya mencapai tujuan-tujuan hidup. Makna yang muncul dari definisi tersebut menjelaskan bahwa sebenarnya literasi memiliki korelasi penting dalam konteks bahasa dan bagaimana bahasa itu dapat digunakan. Adapun sistem bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentunya tidak lepas dari pembicaraan mengenai budaya karena bahasa itu sendiri merupakan bagian dari budaya. Sehingga, pendefinisian istilah literasi tentunya harus mencakup unsur yang melingkupi bahasa itu sendiri, yakni situasi sosial budayanya.
Lalu, mengapa literasi menjadi hal yang penting untuk perubahan generasi bangsa? Dalam makna singkat, seseorang yang memiliki literasi didefinisikan sebagai seseorang yang mampu membaca, menulis, dan mengkomunikasikan. Membaca bukan hanya sekedar membaca namun sekaligus memaknai apa yang dia pahami dari isi buku tersebut dan mampu mengkomunikasikan kepada orang disekitarnya dengan pemaknaan konten yang dia ketahui dari proses membaca berbagai sumber referensi. Seseorang yang mampu menulis bukanlah hanya sekedar menulis layaknya menulis ejaan huruf abjad semata namun mampu menulis kritis dan berisi yang artinya bahwa seseorang mampu menuangkan ide – idenya dalam sebuah tulisan kritis dan solutif. Kualitas suatu bangsa ditentukan oleh kecerdasan dan pengetahuannya, sedangkan kecerdasan dan pengetahuan di hasilkan oleh seberapa ilmu pengetahuan yang didapat, sedangkan ilmu pengetahuan di dapat dari informasi yang diperoleh dari lisan maupun tulisan. Semakin banyak penduduk suatu wilayah yang semangat mencari ilmu pengetahuan, maka akan semakin tinggi peradabannya. Budaya suatu bangsa biasanya berjalan seiring dengan budaya literasi, faktor kebudayaan dan peradaban dipengaruhi oleh membacayang dihasilkan dari temuan-temuan kaum cendekia yang diabadikan dalam tulisan yang menjadikan warisan literasi informasi yang sangat berguna bagi proses kehidupan sosial yang dinamis.
Generasi muda merupakan generasi penerus yang pada hakikatnya akan menjadi penentu akan dibawa kemana Negara Indonesia ini, bagaimanakah mempertahankan hal – hal yang baik dan sudah menjadi karakter serta ciri khas akan Negara Indonesia itu sendiri serta membawa perubahan yang signifikan dalam hal tertentu untuk Indonesia EMAS 2045. Dalam membudayakan literasi ini hendaknya diaplikasikan kepada generasi muda tersebut agar menjadi salah satu bekal bagi mereka dalam menghadapi tantangan globalisasi. Melalui budaya literasi, generasi penerus menjadi lebih memiliki kemampuan dalam menulis dan mengkomunikasikan melalui proses membaca sehingga dapat menjadi generasi pemberi solusi, kritis serta membangun Negara Indonesia menjadi lebih baik dalam segala aspek baik dari aspek moral, pendidikan, sosial, agama serta ekonomi.
Mahasiswa menurut KBBI pengertian mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, secara adminitrasi mereka terdaftar sebagai murid di perguruan tinggi. Tapi pengertian itu tidak hanya sebatas itu, mahasiswa itu mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar terdaftar secara administrasi. Mahasiswa dalam arti yang sangat luas adalah agen pembawa perubahan. Mahasiswa merupakan elemen kebanggaan dan juga sebagai tanggung jawab besar sebagai agen pembawa perubahan dan dapat juga diartikan sebagai seseorang yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat. Mahasiswa sebagai tingkatan masyarakat yang lebih tinggi daripada siswa. Kita mengenal istilah bahwa seorang mahasiswa memiliki 3 peran fungsi yaitu mahasiswa sebagai Agent of Change (Generasi Perubahan), Social Control (Generasi Pengontrol), dan Iron Stock (Generasi Tangguh). Pada dasarnya mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat memiliki peran penting sebagai pembawa perubahan dan menjadi seseorang yang akan memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat.
Mahasiswa sebagai Agent of Change memiliki makna sebagai generasi perubahan. Mahasiswa diharapkan dapat membawa perubahan terhadap permasalahan yang terjadi di lingkungan sekitar. Mahasiswa diharuskan memiliki kesadaran sosial dan kematangan berpikir yang kritis. Hal konkrit yang dapat dilakukan untuk mencegah kenakalan remaja adalah mahasiswa harus lebih aktif untuk mengadakan berbagai kegiatan positif yang melibatkan para remaja untuk ikut serta dan menjadikan mereka fokus dengan kegiatan – kegiatan yang bermanfaat. Dalam membantu masyarakat untuk memecahkan permasalahan, tentunya kita membutuhkan suatu bekal yang matang untuk memberikan solusi. Sebagai mahasiswa, kita perlu untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas diri sendiri melalui budaya literasi agar terbentuknya generasi yang cerdas, kreatif, dan inovatif.
Terdapat beberapa hal konkrit yang dapat dilakukan oleh mahasiswa sebagai agent of change yaitu melatih diri dalam menulis. Sebagai insan akademis, mahasiswa tentu tidak bisa dilepaskan dari lingkungan ilmiah yang berada dalam ruang lingkup dunia keilmuan. Mahasiswa pun dituntut untuk bisa akrab dengan dunia literasi, baik membaca, berdiskusi, maupun menulis. Aktivitas literasi tersebut akan semakin memperkaya wawasan mahasiswa dan menajamkan analisis berpikir sehingga dapat melatih berpikir kritis. Lebih dari itu, ketiga aktivitas literasi tersebut akan semakin mengokohkan posisi mahasiswa sebagai insan akademis. Hal tersebut tersambung dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu melaksanakan pendidikan, melakukan penelitian, pengembangan dan pengabdian kepada masyarakat.
Mahasiswa tidak hanya menulis laporan dan tugas, tetapi juga yang berkaitan dengan karya ilmiah yang membutuhkan pertanggung jawaban, baik isi maupun kebenaran ilmiahnya sehingga mahasiswa dituntut untuk terus belajar. Segala yang berhubungan dengan karya ilmiah tidak dapat dilakukan dengan copy-paste saja, karena itu sesuai dengan tri dharma perguruan tinggi yang ke dua yaitu penelitian dan pengembangan. Kegiatan konkret lainnya yang dapat meningkatkan kualitas literasi seorang mahasiswa adalah mengikuti kegiatan ilmiah seperti melakukan eksperimen dan menulis karya ilmiah serta berani untuk mempublikasikannya.
Mahasiswa juga dapat mengikuti berbagai kompetisi seperti kompetisi debat, speech contest, dan juga secara khusus dapat mengikuti berbagai organisasi yang ada di kampusnya masing – masing untuk memberikan kontribusi konkrit sebagai bagian dari mahasiswa yang seharusnya meningkatkan dan memperluas pergaulan dalam hal yang baik terutama untuk meningkatkan kualitas diri serta memberikan manfaat bagi orang sekitar. Melalui kegiatan ini, mahasiswa dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas diri dalam berkomunikasi atau menyampaikan apa yang didapatkan oleh mahasiswa melalui proses menulis dan membaca.
Untuk membangun budaya literasi secara spesifik dalam budaya membaca, menurut saya sebagaimana mahasiswa bahwa terdapat beberapa langkah bisa dilakukan oleh kita semua. Pertama, menumbuhkan minat baca sedini mungkin. Minat membaca dimulai dari keluarga. Kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung menumbuhkan minat baca seperti ruang baca dengan buku bacaan. Sebab itu, membeli buku dijadikan kebutuhan primer yang harus dipenuhi dalam setiap bulannya. Menyisihkan uang bulanan untuk tujuan di atas menjadi pilihan orang tua bijak dalam membangun budaya literasi.
Kedua adalah membantu mengoptimalkan peran perpustakaan daerah. Keberadaan perpustakaan daerah selama ini belum menunjukkan perannya dalam masyarakat. Keberadaanya antara ada dan tiada. Ini terkait dengan pengelolaan dan pelayanan belum maksimal. Koleksi buku perlu ditambah. Perpustakaan daerah diupayakan membuat terobosan dengan kegiatan menarik seperti lomba menulis, lomba baca puisi, atau lainnya. Pertanyaan yang muncul di benak kita bersama adalah mengapa kita sebagai mahasiswa masih sangat kurang dari aspek pengetahuan dan wawasan? Jawabannya adalah karena mungkin kita masih tergolong generasi yang dapat disebut sebagai “gagap literasi”. Mahasiswa masih belum minat dalam membudayakan proses literasi tersebut ke dalam diri kita sendiri. Hal inilah yang menyebabkan kita menjadi kurang dalam hal ilmu pengetahuan umum dan juga kurang cerdas dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari – hari.
Kualitas dan kuantitas diri dalam segala aspek dapat kita lakukan dengan budaya literasi ini dalam kehidupan sehari – hari. Sehingga kelak apabila kita terjun dalam dunia masyarakat luas dan menjadi bagian dari masyarakat tersebut akan siap untuk membawa perubahan yang baik bagi lingkungan keluarga, masyarakat maupun Negara Indonesia. Melalui generasi yang telah memiliki bekal dalam kecerdasan literasi ini dapat membawa harum nama Indonesia di Kancah Internasional sehingga masyarakat Indonesia dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi tantangan globalisasi di masa mendatang.
Maka dari itu tanamkan dan budayakan jiwa menulis bagi seorang mahasiswa dimulai dari yang sederhana. Dalam hal ini akan berlanjut ke tulisan yang lebih panjang dan bermutu, sehingga dapat menurunkan warisan yang berharga berupa gagasan yang brilian dan ilmu yang bermanfaat serta dapat mendokumentasikannya sejarah sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh seorang sastrawan K.H Zainal Arifin Thoha, Alm “Dengan menulis aku ada,dengan menulis aku hidup, dengan menulis aku dibaca…”. Generasi muda adalah generasi emas yang menjadi penerus dalam membangun Indonesia menjadi lebih baik mengingat bahwa mahasiswa adalah agent of change dan bagian dari masyarakat. Pada dasarnya peningkatan kualitas dan kuantitas diri dalam mahasiswa perlu dilakukan agar terciptanya generasi yang cerdas literasi.
DAFTAR PUSTAKA :
Syahriyani, Alfi. 2010. Optimalisasi Budaya Literasi Di Kalangan Mahasiswa : Upaya Meretas Komunikasi Global, Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Sosial dan Humaniora Vol.1 (Hal 67-78) https://uiuntukbangsa.files.wordpress.com/2011/06/optimalisasi-budaya-literasi-di-kalangan-mahasiswa-upaya-meretas-komunikasi-global-alfi-syahriyani.pdf , Desember 2010.
Kern, R. 2000. Literacy and Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.
Suwandi, Sarwiji. 2015. Peran Bahasa Indonesia Dalam Pengembangan Budaya Literasi Untuk Mewujudkan Bangsa Yang Unggul Dalam Konteks Masyarakat Ekonomi Asean. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2015. Universitas Sebelas Maret http://publikasi.stkipsiliwangi.ac.id/files/2016/01/Prosiding.pdf. (Diakses Pada Tanggal : 22 Mei 2016 Pukul 20.00 WIB)
Suroso. 2007. Panduan Menulis Artikel dan Jurnal. Yogyakarta : Penerbit Elmatera Publishing